banner 728x250

Persembahan Yang Hidup Sebagai Buah Dari Pembenaran Oleh Iman

profile

PERSEMBAHAN YANG HIDUP SEBAGAI BUAH DARI PEMBENARAN OLEH IMAN

Roma 12:1-2

 PENDAHULUAN

Pada bagian ini, Paulus berpindah  dari menyampaikan ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin ke dalam penerapan. Paulus melihat bahwa penerapan ini merupakan suatu kunci dari terimplementasinya ajaran yang disampaikan ke dalam praktek hidup harian. Kehebatan suatu ajaran tidak akan pernah memberi impak kepada siapa pun selain melalui penerapan. Tema menonjol yang disampaikan di dalam Roma 1-11 adalah pembenaran oleh iman, dan di dalam pasal 12 dan pasal-pasal berikutnya menegaskan bagaimana sikap dan perilaku wajar dari orang percaya sebagai orang yang dibenarkan karena iman oleh kemurahan Allah.

Kumpulan tema praktis untuk bagian kedua ini adalah tingkah laku yang sewajarnya Gereja Roma. a. Tingkah laku yang pantas terhadap sesama orang Kristen, dan tugas dalam gereja (3-8). b. tingkah laku yang pantas untuk orang Kristen dalam semua hubungan antar pribadi (9-21), c. hubungan orang Kristen dengan pemerintah (13:1-6), d. hubungan orang Kristen dengan dunia secara umum (13:7-14), e. Cara ibadah yang baik. Ibadah yang tidak membedakan antara yang lemah dan yang kuat (14:1-15:4), f. kesatuan dari semua anggota gereja berdasarkan anugerah Allah dengan tujuan kemuliaan-Nya (15:5-13).[1]

Di sini Paulus juga menjelaskan bahwa pembenaran oleh iman karena anugerah Allah itu tidak akan pernah membebaskan orang-orang Kristen berlaku dosa. Orang yang telah dibenarkan oleh iman ini justru dituntut untuk menunjukkan sikap sebagai orang yang telah dibenarkan. Anugerah Allah itu memberi impak ke dalam komunitas di sekitarnya.

Dalam pasal 1-11, Paulus berkali-kali menegaskan bahwa pembenaran orang berdosa oleh iman tidak memberi kebebasan untuk berdosa terus. Demikianlah jawabannya terhadap tuduhan yang dilancarkan dalam Roma 3:7. Dalam pasal 6 dijelaskannya hubungan antara karya Kristus dan kehidupan orang Kristen. Barangsiapa telah mati bersama dengan Kristus, dalam baptisan, ia bangkit pula untuk menempuh kehidupan bersama Kristus. Pasal 8 ditunjukannya bagaimana kehidupan baru itu merupakan hasil kehadiran Roh Kudus di dalam diri orang percaya. Kala orang ada di dalam Kristus, Roh Kudus ada di dalam dia. Dia akan mengerjakan segala sesuatu yang berkenan kepada Allah. Dengan demikian pasal 3-8 menerangkan asas kehidupan Kristen.[2]

Namun di sisi lain pada hakekatnya kehidupan Kristen itu bukan sekedar masalah   asas atau ajaran.  Kehidupan Kristen merupakan ketidakterpisahan dirinya sebagai orang percaya dengan masyarakat di sekitarnya.  Kehidupan Kristen harus ditempuh dan diintepretasikan di tengah pergaulan masyarakat. Di dalam pergaulan itulah orang Kristen dapat  menyatakan diri melalui perkataan dan perbuatan, baik  pergaulan dengan kawan maupun  lawan. Perbuatan itu tidak menjadikan orang Kristen benar. Akan tetapi, orang yang karena imannya dibenarkan oleh Allah, dia mengerjakan perbuatan yang benar, sebagaimana bukan buah yang baik yang menjadikan pohonnya baik tetapi pohon yang baik menghasilkan  buah yang baik (Luther).[3]  Meyer memberi  judul “seruan umum untuk pengudusan.” Walaupun ini adalah “umum” tetapi bersifat khusus sesuai dengan perikop ini dalam dua hal: esensinya dan pribadinya. Dari sudut pandang pertama yaitu esensinya, rasul menunjukkan bahwa kenajisan dunia terjadi karena dunia tidak lagi menjalankan ibadah kepada Allah, dengan arti bahwa penebusan memulihkan ibadah itu. Dengan demikian pengudusan Kristen digambarkan sebagai ibadah rohani yang hidup. Dari sudut pandang kedua yaitu pribadinya, Paulus menantang Jemaat di Roma untuk menjadi jemaat yang beribadah dengan hidup dan dengan demikian menjadi alat penginjilan untuk seluruh dunia, dan menjadi pusat pertolongan untuk Paulus yang merasa dipanggil membawa Injil ke seluruh dunia.[4]

Gambaran di atas menjelaskan tentang hakekat hidup kekristenan yang benar. Hidup kekristenan tidak lain merupakan suatu ibadah. Ibadah ini tidak sekedar menunjuk pada aktivitas rohani seseorang pada ritual keagamaan, tetapi merupakan aplikasi atas ajaran Kekristenan yang dipegang. Ini merupakan  suatu bukti kehidupan atas pembenaran oleh iman yang diperoleh melalui anugerah Allah. .

PERBANDINGAN TERJEMAHAN

 Romans 12:1-2 , 1  Parakalw/ ou=n u`ma/j( avdelfoi,( dia. tw/n oivktirmw/n tou/ qeou/( parasth/sai ta. sw,mata u`mw/n qusi,an zw/san( a`gi,an( euva,reston tw/| qew/|( th.n logikh.n latrei,an u`mw/nÅ  2  Kai. mh. suschmati,zesqai tw/| aivw/ni tou,tw|( avlla. metamorfou/sqai th/| avnakainw,sei tou/ noo.j u`mw/n( eivj to. dokima,zein u`ma/j ti, to. qe,lhma tou/ qeou/ to. avgaqo.n kai. euva,reston kai. te,leionÅ

RSV Romans 12:1-2. 1. I appeal to you therefore, brethren, by the mercies of God, to present your bodies as a living sacrifice, holy and acceptable to God, which is your spiritual worship.  2 Do not be conformed to this world but be transformed by the renewal of your mind, that you may prove what is the will of God, what is good and acceptable and perfect.

YLT Romans 12:1-2. 1. I call upon you, therefore, brethren, through the compassions of God, to present your bodies a sacrifice — living, sanctified, acceptable to God — your intelligent service;  2 and be not conformed to this age, but be transformed by the renewing of your mind, for your proving what is the will of God — the good, and acceptable, and perfect.

KJV Romans 12:1-2. 1. I beseech you therefore, brethren, by the mercies of God, that ye present your bodies a living sacrifice, holy, acceptable unto God, which is your reasonable service.  2 And be not conformed to this world: but be ye transformed by the renewing of your mind, that ye may prove what is that good, and acceptable, and perfect, will of God.

NIV Romans 12:1-2. 1. Therefore, I urge you, brothers, in view of God’s mercy, to offer your bodies as living sacrifices, holy and pleasing to God– this is your spiritual act of worship.  2 Do not conform any longer to the pattern of this world, but be transformed by the renewing of your mind. Then you will be able to test and approve what God’s will is– his good, pleasing and perfect will.

Romans 12:1-2, 1.  Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.  2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Kesimpulan:

Roma 12:1-2. 1. Oleh karena itu, aku  menasihatkan  kamu saudara-saudara, oleh kemurahan Allah, untuk mempersembahkan tubuhmu sebagai suatu kurban yang hidup, kudus, berkenan kepada Allah; itulah penyembahanmu yang wajar-masuk akal. 2. Dan janganlah diserupakan  dengan dunia ini, tetapi diubahkanlah oleh pembaharuan budimu, kemudian kamu dapat membuktikan apa kehendak Allah, yang baik dan berkenan serta sempurna.

 

ANALISIS  TEKS

Paulus menggunakan kata   parasth/sai euva,reston  ini juga di dalam    Roma 6:11, 13. Di dalam Roma 6:13 Paulus menggunakan kata ini  sebanyak dua kali, pertama dengan present imperative,  aktif, dan kedua imperatif aorist aktif. Bentuk imperatif merupakan suatu ungkapan kemauan  dari orang pertama kepada orang kedua, dan kadang kepada orang ketiga. Bentuk present digunakan untuk mengungkapkan suatu tindakan yang sudah biasa atau kebenaran yang berlaku secara umum.[5] Paulus menggunakan bentuk present, imperatif dengan didahului suatu larangan pada kata “mempersembahkan” yang pertama dengan tujuan agar setiap orang percaya tidak menyerahkan tubuhnya pada dosa, atau bukan suatu kebenaran yang wajar apabila orang percaya menyerahkan tubuhnya kepada dosa. Penyerahan tubuh untuk dipakai oleh dosa merupakan ketidakbenaran dalam iman Kristen. Namun pada kata  parasth,sate   yang kedua Paulus menggunakan imperative  aorist aktif. Penggunaan imepratif sudah dijelaskan di atas, sementara aorist memiliki tiga fungsi: pertama ini digunakan untuk menggambarkan suatu tindakan atau peristiwa secara keseluruhan. Kedua, kata ini digunakan untuk mencatat “inception of a state,” dan ketiga bentuk ini digunakan untuk mencatat sukses dari suatu usaha “ success of an effort.[6] Dari data ini dapat diambil suatu kesimpulan aorist menjelaskan suatu tindakan yang sudah selesai secara keseluruhan. Paulus menegaskan pada bagian kedua dari penggunaan kata    parasth,sate   untuk menyatakan  bahwa tubuh orang percaya itu telah “selesai secara keseluruhan”  diserahkan kepada Allah, dan juga telah “mati” secara keseluruhan terhadap dosa-dosa, sehingga sebenarnya orang percaya sudah tidak berkuasa lagi atas tubuhnya, sebab tubuhnya itu sekarang sudah menjadi milik Allah secara keseluruhan. Petrus menggunakan ide yang sama dengan ini di dalam 1 Pet.2:5; “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.” Pada bagian ini Roma 12:1 parasth/sai menggunakan infinitive aorist aktif……

Kata kedua  yang juga digunakan di tempat lain adalah metamorfou/sqai noo.j.  Kata ini digunakan oleh Paulus di dalam suratnya  kepada jemaat di Efesus (Ef.4:23).  Kata metamorfou/sqai noo.jIni tidak digunakan secara langsung oleh Paulus di dalam Ef.4:23, tetapi ide untuk hidup dalam pembaharuan diungkapan secara jelas pada bagian itu. Paulus di dalam Ef.4:23 menggunakan avnaneou/sqai   tou/ noo.j , dan LAI menterjemahkan “diperbaharui dalam roh dan pikiranmu,” tetapi sebenarnya kata konjungsi “dan” itu tidak ada sehingga beberapa versi yang lain  memiliki perbedaan di dalam menterjemahkannya. KJV, RSV dan YLT memiliki kesamaan di dalam menterjemahkan ini. Versi-versi ini menterjemahkan ayat ini; “dan diperbaharui di dalam roh dari pikiranmu.” NIV menterjemahkan ayat ini, dan dibuat baru di dalam sikap pikiranmu.”  Kata diperbaharui diambil dari kata Yunani  “ avnaneou/sqai ,”   secara leksikal berarti “to renew, become young again, be made new and different .” [7] Paulus menekankan “diperbaharui untuk berbeda” dalam Efesus ini untuk menunjukkan adanya perbedaan antara orang Kristen dengan dunia. Orang Kristen menjadi berbeda  karena telah diperbaharui   di dalam roh pikirannya. Kata “metamorphose” tidak sama dengan “ananeoistai,” kata pertama lebih bersinggungan dengan proses dari terjadinya pembaharuan itu, dan kata kedua lebih menitikberatkan pada hasilnya, tetapi kedua-duanya memiliki makna yang sama yaitu pembaharuan yang untuk kemudian menghasilkan perbedaan dengan dunia.

Kata ketiga dari Roma 12:1-2 yang digunakan Paulus di bagian lain     euva,reston tw/| kuri,w  (Efesus 5:10). Hanya di dalam Roma kata ini dikaitkan euva,reston kai. te,leion , kata euva,reston berarti  “well pleasing.” Dalam hal ini KJV menterjemahkan kata ini dengan “acceptable,” yang sebenarnya bersinonim dengan “pleasing,” keduanya menunjuk pada keberkenanan hati Tuhan. Sementara kata  qe,lhma  digunakan oleh Paulus di dalam Ef.5:17, “karena itu janganlah kamu bodoh, tetapi mengertilah apa yang menjadi kehendak Allah. Kata qe,lhma ini memiliki arti secara umum; “sebagai hasil dari apa yang diputuskan oleh kehendak seseorang, ini bersinggungan dengan kehendak, gambaran, juga  tujuan. Kata ini juga  digunakan untuk menjelaskan apa yang menjadi kehendak Allah secara khusus di dalam penciptaan dan karya penebusan-Nya.[8]   Oleh karena itu qe,lhma tou/ kuri,ou  berarti menunjuk secara jelas tentang kehendak Tuhan. Paulus menggunakan kedua kata ini di dalam dua bagian kitab yang berbeda (Roma dan Efesus) dengan memberi penekanan arti yang hampir sama.  Di dalam Roma 12:2, Paulus menggunakan kata ini agar orang percaya dapat membedakan mana kehendak Allah dan mana yang bukan, sementara di dalam Efesus,  Paulus menggunakan kata ini dengan penekanan agar umat Tuhan di Efesus mengerti kehendak Tuhan.

  1. PERSEMBAHAN YANG HIDUP SEBAGAI BUAH DARI PEMBENARAN OLEH IMAN

Kata kunci di dalam bagian ini ialah “oleh karena itu.” Ini menjelaskan suatu perpindahan atau titik perubahan arah dari suatu ajaran atau doktrin ke dalam praktek kehidupan.  Di sisi lain ini dapat dimaknai sebagai suatu penerapan atas suatu kebenaran “orang benar hidup oleh karena iman” ke dalam prilaku harian.  Di sini juga terlihat adanya tuntutan Allah atas semua orang percaya untuk mempersembahkan tubuhnya sebagai suatu ucapan syukur atas anugerah yang diterimanya.  Allah telah membenarkan orang percaya melalui pengorbanan Tuhan Yesus, dan bukan karena perbuatannya. Perbuatan manusia tidak mampu membenarkan dirinya sendiri. Orang percaya dibenarkan oleh karena iman di dalam pengorbanan Yesus di atas kayu salib.  Berkenaan dengan itu Van den En menyatakan pentingnya kata “oleh karena itu,”  dengan menghubungkan frase-frase sebelumnya.  Kata ini dilihat sebagai satu bagian penting dari terjabarkannya seluruh kebenaran yang disampaikan di dalam kitab Roma. Ajaran-ajaran yang disampaikan itu, sekarang mendapat tempat untuk menyatakan hakekatnya di dalam aktivitas hidup sethari-hari.

Kata-kata “karena itu” menghubungkan ikhtisar  ini dengan pasal-pasal yang mendahului. Etika Kristen berdasarkan dogmatika. Atau dengan perkataan yang lebih tepat dan sesuai isi nas itu, kehidupan orang Kristen merupakan sambutan atas kemurahan Allah terhadap dirinya. Kemurahan Allah itu telah diuraikan dengan panjang lebar dlam pasal 1-11 pada umumnya dan dalam ayat-ayat terdahulu pada khususnya (band. Ay.31).[9]

Di sisi yang lain, Paulus menekankan kata “oleh karena itu” untuk  menunjukkan bahwa nasihatnya di dalam Roma 12:1-15:13 dibangun berdasarkan teologi dari pasal 1-11. Di dalam bahasa Inggris kata kerja “menasihati”  diambil dari  nuansa Yunani “parakalew” pada kontek ini. Nasihat itu diberikan dengan otoritas seorang pengkotbah yang tidak lain adalah mediator kebenaran Allah, dan itu jauh lebih tinggi dari otoritas manusiawi.[10]

Kata “aku menasihatkan kamu saudara-saudara” dalam bahasa Yunani “Parakalw/ ou=n u`ma/j( avdelfoi”  menurut Meyer dan Tholuck, “oun” tidak mengacu kepada perikop sebelumnya (walaupun Lealvin, Bengel, De Wette, Phillip merasa begitu), melainkan mengacu kepada Roma 11:35-36. Harus diperhatikan bahwa kesimpulan di dalam pasal 11 merupakan puncak dari seluruh perikop doktrinal itu. Ini terutama benar dengan ayat 32 yang harus digabung dengan perikop ini.[11]

Kata “saudara-saudara” ini merupakan kata yang lazim dipakai oleh Paulus. Kata “saudara-saudara” atau yang di dalam bahasa Yunani avdelfoi,, memiliki arti: saudara, (1) secara literal, secara umum saudara di dalam satu keluarga, atau satu kelompok masyarakat bersatu untuk satu tujuan yang umum yaitu persaudaraan; secara figurative: anggota dari komunitas Kristen, dan asosiasi orang-orang yang bekerja di dalam bidang keagamaan, saudara sebagai orang Kristen, saudara sebagai orang percaya (Rom.8:29); (2) di dalam budaya Yahudi ini digunakan untuk menunjuk pada keolompok orang-orang kota (Kis.3:22); (3) seorang yang memiliki kesamaan di dalam status masyarakat dan dignity (Mat.23:8); (4) seorang tetangga atau tetangga dari satu kelompok saudara, teman (Mat.5:22).[12] Kata ini menggunakan bentuk grammar noun, vokatif, maskulin, jamak dari kata avdelfo,j.”  Bentuk vokatif ini menerangkan adanya tujuan langsung dari pemanggilan tersebut. Pemanggilan itu ditujukan kepada orang yang langsung menjadi sasaran atau tujuannya, alamat surat itu langsung ditujukan kepada sasaran yang sudah jelas. Di samping itu, bentuk vokatif pada dasarnya tidak ada bentuk jamak.[13] Bentuk jamak selalu termasuk di dalamnya. Jadi di sini, Paulus langsung mengarah kepada orang-orang “saudara-saudara”  yang telah menjadi tujuan dari suratnya, atau alamat surat ini sudah sangat jelas, yaitu saudara-saudara seiman di kota Roma.

Nasihat yang diberikan kepada Paulus untuk saudara-saudara seiman di kota Roma, dan itu didasarkan pada kemurahan Allah.  Kata kemurahan atau demi kemurahan Allah dalam bahasa Yunaninya adalah dia. tw/n oivktirmw/n tou/ qeou/ (band. Rom. 15:30; 1 Kor.1:10; 2 Kor.10:1).  Secara mendasar kata   oivktirmw/n memiliki pengertian “compassion, pity, mercy.” Di dalam penggunaan bahasa Yunani kata ini “oiktos” pertama berkenaan dengan “ratapan,” kemudian “ungkapan simpatik ratapan-sympathetic lamentation,”  atau secara sederhana “simpati.” Oleh karena itu “oiktiro” berarti menjadi simpati. Simpatik karena kedukaan sering kali dihubungkan dengan kelemahan, tetapi “campassion” merupakan gerakan hati yang berasal dari Tuhan. Di dalam LXX dan Yudaisme, kata ini selalu berarti “symphatic, atau pity” dan lebih sering lagi selalu dihubungkan dengan Tuhan, yang “compassion” terhadap doa-doa orang percaya. Ini sering terlihat di dalam Mazmur. Di dalam tulisan-tulisan Kristen Kuno, kata kerja “oiktirein” hanya tercatat di dalam Roma 9:15 (band. Kel.33:19), dan itu pararel dengan “eleen.” Kata benda “oiktirmos” selalu dalam bentuk jamak dan mengungkapkan “compassion” Allah di dalam Roma 12:1dan 2 Kor.1:3. Di dalam ayat-ayat berikutnya menerangkan bahwa Allah adalah Bapa dari semua orang yang “compassion” dan datang kepada-Nya, kemudian berimpartasi kepada semuanya. Simpati manusia digunakan di dalam Filipi 2:1, dan Kolose 3:12, secara khusus bagian yang berbicara tentang anugerah Allah tentang penghakiman tercatat di Ibrani 10:28. Kemurahan Allah juga ditulis di  Luk.6:36, ayat-ayat ini menjadi dasar dari suatu “admonition.”[14] Berkenaan dengan ini, lebih lanjut Lange menjelaskan:

Dasar obyektik dari  kemurahan Allah dalam pengalaman keselamatannya telah dijadikan dasar subyektif untuk nasihatnya. Paulus  mengacu ke dalam kemurahan Allah, dan sepertinya dia mengatakan dalam nama kemurahan Allah. Satu-satunya perbedaan adalah dalam kata “ dia ”  artinya “demi.” Di sini pembicara mengijinkan kata ini berbicara sendiri sebagai motivasi dan motor.[15]

Dari data-data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nasihat Paulus itu ditujukan kepada orang-orang Kristen di Roma. Nasihat itu diberikan berdasarkan kemurahan Allah, dan bukan karena ia merasa layak untuk didengar, sekalipun hal itu pun dapat diterima karena memang dia seorang Rasul yang pantas didengar nasihatnya oleh jemaat. Di dalam nasihat-nasihatnya,  Paulus menekankan akan pentingnya melakukan firman Tuhan. Kebenaran-kebenaran Firman Tuhan yang selama ini telah dipelajari darinya, seharusnya dipraktekan di dalam kehidupan sehari-hari. Orang Kristen yang pertama ditantang untuk mempraktekan imannya itu di dalam kehidupanya, dan kedua terjadinya perubahan hidup terus-menerus yang mengacu kepada kesempurnaan Yesus.

 

  1. Tantangan hidup orang Kristen sebagai orang percaya (Roma 12:1)

Setiap orang percaya memiliki suatu tantangan. Tantangan ini merupakan pertanggungjawaban iman Kekristenan. Orang-orang percaya ditantang untuk hidup tidak seturut dunia, tetapi hidup sesuai dengan iman dan ajaran  yang dipegang. Ini merupakan bukti hidup Kekristenan yang nyata. Setiap orang Kristen telah belajar banyak tentang firman Allah.  Mereka telah memahami secara doktrinal  semua unsur  kebenaran dalam Alkitab yang adalah Firman Allah tanpa salah, atau bahkan telah menguasai berbagai doktrin Kekristenan. Sekarang tibalah saatnya untuk mempraktekan apa yang dipelajari itu ke dalam prilaku hidup setiap hari. Setiap orang Kristen dituntut untuk mempersembahkan tubuh sebagai persembahan hidup, kudus dan berkenan kepada Allah.

  1. Orang percaya dituntut untuk mempersembahkan tubuh sebagai kurban yang hidup.

 Kata pertama yang perlu diamati ialah kata “mempersembahkan.” Kata  ini di dalam bahasa Yunani parasth/sai.arti kata ini adalah  to be present, stand by. Ini berarti  setiap orang Kristen dituntut untuk  menyerahkan hidupnya   kepada Tuhan secara terus menerus, dan ini merupakan  suatu proses bukan sesuatu yang terjadi sekali dan setelah itu tidak lagi. Dengan demikian  sebagai orang Kristen yang telah menerima  anugerah Allah melalui pembenaran oleh iman, tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuhnya untuk dosa, atau dipakai sebagai sarana bagi beroperasinya dosa di dalam dirinya, tetapi sebagai alat untuk hormat dan kemuliaan  Allah. Tindakan mempersembahkan tubuh ini diambil dari gambaran Perjanjian Lama tentang kurban. Ketika seorang berdosa, maka ia akan mempersembahkan kurban, dan kurban itu disembelih serta dibakar untuk dipersembahkan kepada Tuhan.  Kurban yang dibawa  ke mezbah itu menegaskan akan adanya   sikap pasrah  dan kesiapsediaan yang pada satu sisi tidak ragu-ragu, tetapi pada sisi lain tidak menyembelih kurban itu sewenang-wenang.[16]

Van den End menejelaskan arti “mempersembahkan – paristanai” dengan menekankan bahwa kata “paristanai” ini sangat terkait dengan suasana peribadatan dari lingkungan Bait Allah.  Penekanan ini digunakan untuk membedakan antara persembahan yang diberikan kepada raja di istana dan kepada Tuhan. Hal ini sangat terkait dengan sikap dari setiap orang yang memberi  persembahan, keduanya menjelaskan tentang sikap pasrah total, namun dengan penjabaran yang berbeda.

Perkataan Yunani “paristanai” yang dipakai di sini sudah ditemukan  pula dalam Rom. 6:13,16,19. Di situ pemakaiannya berkaitan dengan suasana lingkungan istana: menyediakan, mengabdikan kepada raja. Sebaliknya di sini paristanai merupakan istilah peribadatan dari lingkungan bait Allah: mempersembahkan (kurban), artinya itu ditekankan oleh pemakaian “persembahan” (kurban). Jadi gagasan dasar di sini sama dengan yang terdapat dalam 6:12-14 (penyerahan diri kepada Allah secara total), namun penjabarannya berbeda.[17]

Kata kedua yang sangat terkait dengan kata pertama adalah “tubuh-persembahkanlah tubuhmu.”  Tubuh di dalam bahasa Yunani adalah    sw,mata.  Secara literal berarti tubuh manusia atau binatang, juga digunakan untuk menunjuk mayat baik manusia atau binatang, tubuh fisik, atau tubuh kedagingan. Ini menjelaskan tubuh jasmani yang terdiri dari beraneka ragam anggota di dalamnya,  dan semua itu berpotensi kuat untuk berbuat dosa.[18]   Vand den End berkenaan dengan ini menerangkan: “tubuh” kita adalah kehadiran kita di tengah dunia ini, pikiran, perkataan dan perbuatan kita yang semuanya memang terjadi dan terungkap lewat beberapa tubuh kita.” [19] Sehingga dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan seluruh tubuh ini mencakup seluruh pikiran, perkataan dan perbuatan, jelasnya seluruh kemampuan dan kegiatan yang dipersembahkan kepada Tuhan. Hal ini memberi beberapa pertimbangan; Pertama, bahwa “mempersembahkan” berarti penyerahan secara total. Orang percaya tidak dapat menyisihkan sebagian dari tubuhnya untuk dimilikinya sendiri atau diserahkan kepada pihak lain (band. Kis.5:1 dst). Kedua, bahwa selain “tubuh” itu tidak ada kurban lain yang layak untuk dipersembahkan kepada Tuhan.[20]

Kata   ta. sw,mata u`mw/n   ini lebih lanjut dijelaskan oleh Lange untuk mengacu pada kesiapan orang di dalam mempersembahkan tubuh sebagai suatu kurban yang berkenan kepada Allah sebagai tanda dari suatu takaran yang paling tinggi. Pada bagian ini Lange mencoba menyampaikan beberapa pendapat dari tokoh-tokoh yang lain dengan memberi arti pada kata tersebut  dengan: 1. Secara kiasan mengacu kepada personalitas (Beza, De Wette, Phillip, Stuart,Hodge). 2. Tubuh dengan arti lahiriah (Fritzsche, Meyer).3. Sifat sensual yang membawa seseorang ke dalam dosa (Kollner, dll). Namun dari beberapa arti yang telah diutarakan tersebut ternyata muncul beberapa keberatan. Keberatan-keberatan itu antara lain: 1. Pada bagaian ini Paulus berbicara dalam kapasitas sebagai rasul, kepada saudara-saudara yang menurut pasal 6 sudah menyerahkan hidupnya kepada kematian. Tetapi tubuh adalah wadah dan lambang untuk semua bagian yang harus dipersembahkan  ketika tubuh itu dipersembahkan. 2. Cocceius merasa bahwa maksud utama dengan persembahan ini terwujud dengan penumpahan darah atau dengan penyerahan Tubuh, dan hati, atau pusat hidup batin  dipersembahkan kepada Allah sebagai ujud dari tubuh yang dipersembahkan. 3. Apa saja yang berdosa tidak layak menjadi kurban. Tubuh adalah “kita,” (band. Rom.6:12-13) dan yang menjadi dasar pembicaraan adalah suatu persembahan aktif dari anggota tubuh.[21]

Kata ketiga yang menjadi rangkaian dari kata ini ialah  zw/san. Secara literal kata ini berarti hidup secara natural/fisik, menjadi hidup, atau hidup dari anak-anak Allah.  Ini menunjuk pada karakter persembahan yang berbeda dengan PL. Di  dalam PL umat Allah mempersembahkan persembahan binatang yang mati, tetapi di dalam PB orang-orang percaya dituntut untuk memberi persembahan yang hidup. Kurban PL “binatang mati” merupakan gambaran dari kurban Yesus di Kalvari, tempat Yesus mengalami kematian. Sementara persembahan yang hidup di dalam PB tidak lain sebagai hasil dari pengorbanan Kristus  di kayu salib.

Hal ini,  seperti apa yang disampaikan oleh Lange. Menurutnya,  kata  zw/san mengacu kepada kurban bakaran (band. Toluck, 651). Namun kurban bakaran melambangkan keseluruhan dari hidup, yang harus tunduk kepada kedaulatan Allah dan dipakai dalam pelayanan-Nya. Semua itu ditujukan  untuk hormat dan kemuliaan Allah sendiri. Kata sifat yang hidup ini “zw/san” menurut Meyer menandai perbedaan antara kurban PL dan PB. Kurban PL menerangkan akan kurban yang mati, tetapi kurban PB menjelaskan apa yang masih hidup. Namun di sini Lange juga mengungkapkan  ketidaksetujuan Tholuck dengan argumentasi ini menyampaikan bahwa apabila dalam PL hanya menunjuk pada kurban yang mati dan dibawa kepada Allah, ide itu tidak cocok dengan orang Yahudi atau Paulus sendiri, atau sakit pun berarti menghina kepada Allah (band. Mal. 1:8).[22]

Dari beberapa pernyataan di atas sebenarnya dapat disimpulkan bahwa kurban yang dipersembahkan kepada Allah itu bukan kurban yang mati, cacat atau tidak sempurna. Kurban di dalam PL, mengindikasikan suatu syarat yang sangat tinggi. Kurban itu harus sempurna dan tidak cacat. Tetapi ketika binatang itu dikurbankan, maka ia akan disembelih dan itu berarti mati.  Inilah sebenarnya yang membedakan dengan persembahan di dalam PB.  PB menuntut persembahan kepada Allah bukan berupa binatang melainkan manusia, dan ketika dikurbankan ia akan tetap masih hidup, serta menyerahkan tubuh yang masih hidup itu untuk dipakai sebagai alat bagi kemuliaan Allah. Di sini  Allah menghendaki agar setiap orang percaya hidup di dalam kekudusan dimana pun mereka berada; di gereja, di rumah, di jalan, di pasar, atau bahkan di terminal.  Intinya dimanapun orang Kristen berada, ia harus hidup di dalam kekudusan. Kekudusan tidak dibatasi oleh suatu tempat.  Ini sangat terkait dengan “mempersembahkan tubuh.”  Allah merindukan agar setiap orang Kristen dapat mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, bukan hanya di tempat-tempat yang dinilai orang suci, tetapi dimana pun orang Kristen berada mereka harus mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup. Kekudusan ini mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia; tubuh, jiwa dan roh.  Orang Kristen tidak bisa  kudus hanya secara roh sementara tubuhnya hidup dalam dosa, atau kudus dalam tubuh tetapi jiwa  dan rohnya hidup di dalam dosa. Kekudusan tidak bisa hanya dalam satu sisi saja. Kekudusan mencakup keseluruhan aspek kehidupan orang percaya.

Ini juga menegaskan bahwa orang Kristen tidak bisa hidup mendua; mereka rajin melayani Tuhan di gereja, tetapi juga rajin berbuat dosa. Hidup kekristenan tidak dapat dipecah-pecah kedalam  tubuh, jiwa dan roh. Hidup itu  adalah satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisah, dan semua itu secara utuh dipersembahkan sebagai persembahan yang hidup.

 

  1. Orang Kristen dituntut untuk mempersembahkan tubuh sebagai kurban yang kudus.

Bagian di atas telah mengutarakan secara agak rinci tentang kata mempersembahan dan tubuh, maka pada bagian ini satu kata yang perlu diperhatikan ialah “kudus.”  Dalam tradisi PL, kurban yang dipersembahkan haruslah kudus. Ini merupakan syarat mutlak, dan apabila kurban itu tidak kudus, maka itu tidak akan pernah diterima dan bahkan akan mengecewakan hati Tuhan. Ini dapat menjadi gambaran tentang kurban “tubuh” orang percaya. Kurban itu selain hidup, juga harus kudus. Kata kudus di dalam bahasa Yunani adalah a`gi,an. Kata ini  berarti dipisahkan untuk Allah baik di dalam moral maupun dalam penyembahan. Sebagai kualitas pribadi atau hal-hal yang dikhususkan dan didedikasikan bagi tujuan atau kehendak  Allah yang kudus.    Ini terjadi pada saat Roh Kudus bekerja di dalam diri orang percaya, serta menanamkan nilai-nilai kekudusan sebagai hasil dari karya penebusan Kristus di atas Kalvari.  Semuanya itu ditunjukan melalui kekudusan atau ketidakbercelaan hidup di hadapan Kristus. [23] Ungkapan ini sama dengan yang disampaikan oleh Morris, bahwa persembahan itu harus kudus, dan ini dimengerti sebagai yang dikhususkan, dipisahkan atau didedikasikan  untuk Allah. Itu diberikan untuk Tuhan; hanya orang percaya saja, dan itu akan menyenangkan Tuhan. [24]

Pada saat Roh Kudus mengontrol hidup manusia, Dia dapat mengekspresikan buah-buah dari pengorbanan Kristus ke dalam tubuh orang percaya.  Persembahan orang percaya adalah persembahan hidup yang kudus. Ini berbeda dengan kurban di dalam Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama, ketika seorang imam mempersembahkan suatu kurban, ia mempersembahan suatu binatang yang telah dibunuh-mati. Ini sangat kontras dengan kurban tubuh orang percaya sekarang. Sekarang,  ketika orang percaya mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup dan kudus, sebenarnya ia baru memulai suatu kehidupan sebagai orang percaya yang sesungguhnya.[25]

Dari uraian di atas, di samping kurban itu hidup, kurban juga harus kudus. Orang percaya sebagai orang yang telah dibenarkan oleh iman, selayaknyalah mempersembahkan tubuhnya yang hidup sebagai suatu kurban yang kudus. Ini berarti bahwa ia dalam hidup kesehariannya menjadikan kekudusan itu sebagai esensi hidupnya, bukan semata sebagai tuntutan ritual keagamaan. Mempersembahkan tubuh sebagai kurban yang kudus ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu; orang Kristen harus kudus dimana pun mereka berada, tidak hanya dibatasi dengan tempat-tempat yang dilihat orang sebagai tempat yang kudus.  Di sini juga menekankan bahwa di tempat-tempat yang dilihat sebagai yang tidak kudus pun, orang Kristen harus mampu hidup kudus di dalamnya. Inilah sebenarnya inti dari mempersembahkan “tubuh” sebagai persembahan yang kudus, dan tentu ini akan menyenangkan hati Allah.

  1. Orang Kristen dituntut untuk mempersembahkan tubuh sebagai kurban yang berkenan kepada Allah

 Persembahan hidup orang percaya harus mengacu pada keberkenanan hati Allah. Allah menjadi senang ketika menerima persembahan tubuh dari orang-orang percaya, dan ditekankan itu adalah ibadah yang sejati. Ibadah yang sejati adalah suatu ibadah yang menyentuh hati Allah, dan karena itu  hati Allah menjadi puas. Kata-kata yang perlu diperhatikan berkenaan dengan itu antara lain: euva,reston tw/| qew : well-pleasing– menyenangkan, dapat diterima. Keberkenanan sikap Allah atas persembahan manusia. [26] Sifat kata dari  kudus   dan berkenan kepada Allah tidak merupakan pertentangan dengan PL, dan beberapa latar belakang yang menjelaskan ini adalah: 1. Ini mengacu kepada tubuh jasmani, 2. Tekanan kepada mempersembahkan tubuh sebagai oknum yang menyempurnakan persembahan yang sejati berarti bahwa orang-orang Kristen di Roma harus betul-betul menyerahkan diri kepada Tuhan.dengan hidup yang baru, kudus dan yang berkenan kepada Allah menggantikan kurban bakaran dari binatang.[27]

Kedua kata yang sepertinya melekat menjadi satu adalah “latreian dan logiken.” latrei,an, berarti:  pelayanan,  penyembahan Ilahi,  penyembahan keagamaan ,  pelayanan keagamaan yang berbasis pada pelayanan penyembahan kepada Allah, pelayanan dan penyembahan Ilahi. (Adj.akus. f.t) Sementara kata  logikh.n , berarti: rasional, reasonable, thoughtful, belong tobe nature of something, as belong to sphere of the mind and spirit spiriutal (lih. 1 Pet.2:2) .[28] ( Adj, akus, f, t.) Dalam mengutarakan arti dari “ th.n logikh.n latrei,an u`mw/n,”  Lange menekankan pada penggunaan kasus akusatif. Klausa akusatif ini merupakan gandengan dengan klausa sebelumnya, yang lebih lengkap menjelaskan tentang jenis persembahan Perjanjian Baru, dan ini tentu berbeda dengan kurban di dalam PL. Kata ibadah “latrei,an” atau pelayanan, secara inti berarti persembahan (lih. Yoh.16:2). Tetapi persembahan ini seharusnya “logikh.n” (band. Yoh.4:21; Rom.1:9; 1 Pet.2:5). logikh.n menandai apa yang cocok dengan akal dan juga selaras dengan rohani yang lebih dari sekedar ibadah lahiriah saja.[29]

Kata logikos tidak terdapat di PL berbahasa Yunani. Dalam PB, selain pada bagian ini, kata itu dapat ditemukan di dalam 1 Pet.2:2. Dari sinilah kemudian arti kata ini agak dekat dengan pneumatikos, yang berarti rohani.[30]  Untuk dapat menemukan arti dari kata ini “logikos” secara menyeluruh, maka perlu melihat pengertian kata ini secara umum.

Dalam bahasa Yunani, logikos merupakan istilah filsafat. Artinya secara harafiah “sesuai akal budi.” Tetapi secara khususnya dalam aliran Stoa, logikos berarti: apa yang sesuai dengan kodrat alam semesta, yaitu dengan sang logos yang menjiwai dan mengatur alam semesta itu. Logos ilahi itu hadir pula dalam diri manusia. Maka jikalau manusia membiarkan logos itu mengendalikan kehidupan dirinya, ia hidup secara logikos, yaitu sesuai dengan logos yang menguasai alam semesta. Dalam mistik helenistis, logikos mendapat arti “batiniah,” sesuai dengan kodrat rohani manusia, sehingga menjadi lawan “lahiriah” (yang lahiriah adalah persembahan kurban, upacara-upacara dsb). Dalam lingkungan mistik itu terdapat istilah logike thusia, persembahan budiman. Pengarang Yahudi Philo menerima arti itu dan mempertentangkan sikap yang logikos dengan sikap yang hanya mementingkan persembahan lahiriah. [31]

 

Kata  “  th.n logikh.n latrei,an u`mw/n  ”  diterjemahkan sebagai ibadah yang sejati. Kata ini sebenarnya lebih baik apabila diartikan sebagai ibadah yang wajar dan masuk akal. Sudah sewajarnyalah dan dapat diterima oleh akal kalau orang Kristen sebagai orang-orang yang telah menerima kemurahan Allah melalui pembenaran oleh iman, mempersembahkan yang terbaik dari seluruh anggota tubuh ini. Ibadah di sini tidak saja menunjuk pada sebuah ritual keagamaan yang hanya dilakukan di suatu gedung dalam waktu satu kali dalam satu minggu. Namun ini mengacu pada suatu gaya hidup melayani  dari orang-orang yang telah dibenarkan oleh iman dalam kesehariannya tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

  1. Perubahan hidup orang Kristen sebagai orang percaya (Roma 12:2)

Bagian kedua ini menjelaskan tetang perubahan hidup. Ini menguraikan suatu pola hidup yang nyata dalam diri orang percaya. Orang Kristen dituntut untuk mengembangkan suatu pola hidup yang berkarakteristik Kristen-sebagai orang yang telah dibernarkan oleh iman, dan sebagai hasil dari suatu perubahan menyeluruh di dalam diri orang percaya. Orang percaya dapat mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah hanya jika mereka tidak diserupakan oleh dunia, tetapi diubahkan oleh pembaharuan budinya.[32]  Perubahan ini mencakup moral, mental dan motivasional.

  1. Perubahan Moral : “Jangan serupa dengan dunia.”

Perubahan pertama berkenaan dengan perubahan moral. Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup menuntut adanya perubahan moral pada sisi pertamanya. Moral hidup orang percaya tidak lagi sama dengan dunia. Orang percaya memiliki moral yang berstandarkan pada moral-Nya Allah, atau moral yang senantiasa mengarah pada kekudusan Allah. Ada beberapa kata yang perlu diperhatikan pada bagian ini. Kata pertama yang perlu dicermati ialah suschmati,zesqai kata ini memiliki pengertian:

To conform to, be conformed to, be guide by .as fashioning something by using a shaped container form, mold. Figurative in  NT, 1. Middle conform oneself to, change one’s behavior to be like (Rom. 12:2). 2. Passive allow oneself to be change to be like, be conformed to, be made like (Rom.12:2,1 Pet 1:14).[33]

Paulus menggunakan bentuk  kata kerja ini  imperative, present,. middle or passive 2 jamak dengan kata larangan mh. Imperative dengan  mh  memiliki fungsi “prohibition,”  suatu larangan yang ditujukan kepada orang kedua. Larangan agar orang kedua tidak melakukan apa yang tidak diijinkannya. Lebih lanjut dapat ditegaskan kata dengan  partikel “tidak”  digunakan untuk menyatakan suatu penolakan, dan penolakan itu merupakan suatu fakta. Fakta bahwa seseorang sugguh-sungguh menolak untuk melakukan sesuatu. [34]  Kata ini diikuti dengan bentuk imparatif present pasif. Dengan demikian kata “janganlah kamu serupa  dengan dunia” dapat dimengerti dengan “janganlah kamu diserupakan oleh dunia.” Ini memberi indikasi bahwa sering orang percaya tanpa sadar sudah terseret dalam kehidupan dunia, dan itu terjadi tanpa disadari.  Lebih lanjut Barclay menjelaskan kata ini dengan melihat akar kata yang mendasari kata bentukan itu, dengan menekankan bahwa akan terjadi kesia-siaan apabila hidup orang percaya menjadi serupa dengan dunia.

Kata yang dipakai untuk “menjadi serupa dengan dunia ialah suschmati,zesqai akar katanya adalah schema, yang artinya bentuk luar yang selalu berubah-ubah, dari tahun ke tahun dan dari hari ke hari. Schema seseorang tidak sama ketika ia berumur tujuh belas tahun dengan ketika ia berumur tujuh puluh; tidak sama ketika ia akan pergi bekerja dengan ketika ia berpakaian untuk jamuan makan. Schema itu terus-menerus berubah. Oleh karena itu, Paulus berkata, “jangan berusaha menyesuaikan kehidupanmu dengan kebiasaan-kebiasaan dunia; jangan menjadi seperti bunglon yang warnanya berubah-ubah menurut lingkungannya.”[35]

Paulus menggunakan    aivw/ni     untuk  dunia ini. Hal ini tidak mengacu pada arti dunia secara fisik  “kosmos.”  Kata ini dapat didefinisikan sebagai suatu waktu; waktu yang sangat panjang, suatu masa atau era.  Lebih spesifik seringkali kata ini juga digunakan untuk menunjuk pada suatu kekuatan dari roh jahat.  Secara leksikal kata ini memiliki pengertian:

An age,1.  very longtime, eternity, earliest times, ages long past; 2. age, era; 3. world, material universe; 4. The aeon, a powerful evil spirit (Ef.2:2, Kol.1:26); universe, world system.  Era, time, age: 1. As a segment of contemporary time lifetime, era, presnt age. 2.of time gone by past, earliest times, 3. Of prolonged and unlimited time eternity. 4. Plural, as a spatial concept, of the creation as having a beginning and moving forward through long but limited time universe, world.[36]

 

Kata “janganlah kamu menjadi serupa” ini harus dikaitkan dengan parakalw.”  suschmati,zesqai ini bersifat pasif dengan arti refleksif. Perbedaan dengan maksud schema dan morfe mungkin karena kedua kata ini mengacu kepada bentuk organik  dan yang pertama pada bentuk mekanis yang bersifat lahiriah (band. 1 Kor.7:31). Dengan demikian schema berarti secara luar kelihatan mirip dan suschmati,zesqai  serta  prospoieisqai yang berarti berbentuk. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa  morfh lebih tepat diartikan sebagai bentuk dalam yang sejati, dan  schma menandai bentuk luar yang bisa berubah-ubah (band.Fil.2:6-8). Meyer berpendapat bahwa preposisi  menguatkan kedua istilah ini; sun menandai kemalasan gereja karena gereja mirip dunia;   meta mengacu kepada perubahan dari bentuk organic karena ada bentuk batin yang baru. Menurut Meyer “infinitive dalam bentuk present” menandai kegiatan yang terus berlangsung, tetapi  parasthsai menandai persembahan sebagai suatu tindakan yang sudah selesai.[37]

Perintah ini bernada negatif, “janganlah serupa dengan dunia” atau jangan “conform” dengan dunia, tidak boleh ditafsirkan seakan-akan orang percaya diajak untuk menjauhi dunia, dalam arti kenyataan jasmani, atau orang yang berakese. Hal itu disebabkan oleh adanya kata “tubuh” di dalam ayat 1. [38] Maksud dari pernyataan  agar hidup orang percaya itu “jangan serupa” dengan dunia, itu merupakan penegasan agar orang percaya  jangan tetap sama dengan dunia. Orang Kristen dan dunia merupakan dua hal yang sangat berbeda, dan merupakan suatu kejanggalan apabila ditemukan suatu kenyataan bahwa orang Kristen itu sama dengan dunia. Sebagai orang percaya, semua orang Kristen sebenarnya adalah orang yang telah meninggalkan dunia. Hidup lama telah ditinggalkan dan sekarang masuk kedalam pembaharuan hidup, dan oleh karena itu “jangan serupa atau tetap sama” dengan hidup yang sudah ditinggalkan tersebut. Orang Kristen yang telah menerima pembenaran oleh iman harus berani mengambil langkah radikal untuk meninggalkan segala pola kehidupan dunia. Hidup Kekristenan dan dunia bukanlah saudara kembar, tetapi merupakan dua kenyataan yang sangat jauh berbeda, sebab tidak ada kesamaan antara gelap dan terang.  Di sisi yang lain, orang Kristen masih harus hidup di tengah-tengah dunia yang jahat, tetapi dia tidak diserupakan oleh kejahatan dunia itu, sehingga hakekat Kekristenannya hilang.

 

  1. Perubahan Mental: “berubahlah oleh pembaharuan budimu.”

Kata Yunani untuk berubahlah diterjemahkan dari “transform.”  Kata ini digunakan sebanyak tiga kali di dalam Perjanjian Baru. Ini digunakan untuk menggambarkan suatu transfigurasi Tuhan Yesus (Mat. 17:2; Mark. 9:2), dan juga digunakan untuk menggambarkan tentang perubahan kemuliaan di dalam diri orang-orang percaya ketika mereka sedang berkontemplasi di dalan Tuhan (2 Kor.3:18). [39] Perubahan pada diri orang percaya itu tidak dihasilkan oleh usaha dirinya sendiri, tetapi itu merupakan hasil dari kombinasi Roh Kudus dan Firman Allah.[40] Untuk dapat melihat arti dari ungkapan ini lebih dalam, maka perlu memperhatikan kata-kata berikut:

Kata pertama yang menjadi kunci dari ungkapan ini: metamorfou/sqai. Secara leksikal kata ini berarti: 1. Be change inform, be transformed (Rom.12:2, 2 Kor.3:18; be transfigured (Mt.17:2, Mk.9:2). 2. Only pasif in NT. (1) of an outwardly perceptible change of form be transfigured, be change in appearance (Mt.17:2). (2). Of an inward change of nature be change,be transformed (Ro.12:2).[41] Kata kerja, imperaif, present, pasif, 2 j. bentuk pasif ini penting untuk disimak karena darinya akan dapat dimengerti dari mana sumber perubahan itu berasal. Bentuk “pasif” menjelaskan bahwa subyek tidak melakukan apa-apa, ia hanya sebagai penerima aksi.[42]  Dengan penggunaan bentuk pasif ini, maka kata itu lebih baik diterjemahkan “diubahkanlah” bukan “berubahlah.  Kata “diubahkanlah” menunjukkan bahwa perubahan itu bukan merupakan hasil dari dalam diri sendiri, tetapi itu merupakan karya dari Roh Kudus melalui pembenaran oleh iman. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengubah diri sendiri. Di sini ia bersifat pasif, bukan pelaku aktif di dalam perubahan tersebut. Kata metamorfou/sqai memang menarik untuk dicermati, dan berkenaan dengan itu William Barclay menerangkan:

Kata yang dipakai untuk, “berubahlah dari dunia,” ialah metamorfou/sqai. Akar katanya  morphe, yang artinya suatu bentuk atau unsur  pokok yang tidak berubah-ubah. Orang mempunyai schema yang tidak sama pada umur 17 tahun dan 70 tahun, tetapi ia mempunyai morphe yang sama. Orang memakai celana pendek mempunyai schema yang tidak sama dengan saat ia memakai pakaian malam, tetapi ia mempunyai morphe yang sama. Bentuk luarnya berubah, tetapi dalam dirinya, ia adalah pribadi yang sama. Oleh karena itu, kata Paulus, untuk dapat beribadah dan melayani Allah, kita harus melalui suatu perubahan, bukan bentuk luar kita, tetapi kepribadian kita yang di dalam diri kita.[43]

Kata yang melekat dengan “perubahan” adalah avnakainw,sei.  Secara umum kata ini berarti renewal –pembaharuan. Secara figuratif ini sebagai sebuah aksi dari seorang pribadi yang menjadi baru di dalam roh. Berubah dari esensinya ke dalam natur yang lain. Berubah ke dalam, ditransformasikan.[44]

Dalam bahasa Yunani ada dua kata untuk “baru”  yaitu neos dan kainos. Neos artinya baru menurut batasan waktu. Kainos artinya baru menurut sifat atau hakekatnya. Sebuah pabrik pensil yang baru adalah neos; tetapi orang yang dahulunya berdosa dan sekarang berada pada jalan orang kudus adalah kainos. Pada waktu Yesus masuk ke dalam kehidupanya, orang itu adalah orang baru; pikirannya berbeda, karena pikiran Kristus ada di dalam dia.[45]

Kata budi diambil dari bahasa Yunani  noo.j artinya: 1. Pengetahuan, pikiran sebagai hasil dari pemikiran, 2. Pikiran, sikap, cara berfikir, 3. Secara filosofi berarti pikiran atau pendapat. Secara gramatikal: noun, genetif maskulin tunggal dari nous” [46]

Pengertian budi menunjuk pada pikiran, sikap atau cara berfikir.  Pikiran ini menjadi pusat dari seluruh aktivitas tubuh manusia. Semua aktivitas gerak tubuh manusia dikendalikan oleh pikiran. Oleh karena itu  apabila “budi-pikiran” telah diperbaharui secara terus menerus oleh kebenaran Firman Tuhan, maka sikap hidupnya akan tidak sama dengan dunia. Di sisi lain ini juga menegaskan bahwa terjadi perubahan hidup dan perilaku itu diawali dengan perubahan pikiran.

  1. Perubahan Motivasional : “itulah yang baik, berkenan dan sempurna.”

Perubahan ketiga berkenaan dengan perubahan motivasi. Motivasi orang-orang percaya dalam mempersembahkan tubuh sebagai suatu persembahan yang hidup harus diselaraskan dengan kehendak Allah. Kerinduan orang percaya dalam melaksanakan aktivitas penyembahan itu hanya ditujukan bagi kesenangan hati Tuhan. Beberapa kata yang perlu disimak pada bagian ini antara lain.

Kata pertama yang perlu disimak adalah kata  avgaqo.n. Secara leksikal kata ini memiliki arti good, beneficia yang memiliki beberapa implikasi: 1. Untuk menjelaskan pribadi: Allah sempurna, moral yang baik. 2, juga dapat digunakan untuk menjelaskan benda: fertile, bunyi, 3. Dalam jenis kelamin neuter; digunakan sebagai kata benda yang menjelaskan apa yang baik secara khusus berkenaan dengan moral. Kata  ini bertentangan dengan “katos”– jelek. Lebih lanjut kata “baik” ini juga dapat digunakan untuk menunjuk:  1. Tentang karakter moral yang baik dari seseorang, 2. Penampilan luar yang kapabel, ekselent dan baik. 3. Menjelaskan tentang kualitas dari benda-benda yang baik; pemberian yang berkualitas baik, kata-kata yang berguna, benih yang baik. 4. Secara subtantif ini bersinggungan dengan moral; moral yang baik dan benar, atau secara material menjelaskan tentang material yang berkualitas baik, satu yang baik, pribadi yang baik, 5. Dalam bentuk netral dan adverb ini menegaskan tentang suatu jalan yang baik, helpfully.[47]  Dengan demikian setiap orang Kristen harus dapat menemukan apa yang menjadi kehendak Allah atas hidupnya sendiri. Dalam setiap persekutuan hariannya dengan  Allah, ia akan dapat menemukan rahasia kehendak Allah melalui firmannya. Usaha untuk menemukan kehendak Alah merupakan suatu motivasi yang baik.

Kata kedua yang perlu diperhatikan pada bagian ini ialah euva,reston. Secara arti  kamus kata ini berarti:  well-pleasing, acceptable. 1. Predominately of God’s attitude toward human conduct (Rom.14:18); secara absolute menekankan apa yang dapat diterima “acceptable.” 2. Of the conduct of slaves, memberi kenyamanan, melayani dengan baik (Tit. 2:9).[48]

Acceptable, kata ini memiliki intepretasi bahwa  Allah tidak akan menuntut kepada orang percaya melebihi apa yang telah diterima, atau melebihi apa yang mereka mampu.  Dia memberi kepada setiap orang percaya suatu jalan kehidupan, pendewasaan rohani, dan berbagai berkat rohani lainnya. Allah meminta pertanggungjawaban kepada orang percaya atas apa yang telah diberikan-Nya.[49]  Contoh menarik untuk disimak pada bagian ini Abraham. Abraham diminta mempersembahkan anak perjanjiannya.  Abraham tidak mengerti latar belakang mengapa Allah meminta mempersembahkan Isak. Mempersembahkan dalam pengertian Perjanjian Lama adalah membunuh. Sebab setiap domba kurban pasti akan disembelih dan akhirnya mati. Permintaan Allah agar Abraham mempersembahkan Isak ini sama dengan permintaan untuk membunuh. Abaraham juga tidak tahu tujuan mengapa Allah meminta dia mempersembahkan Isah. Apabila dilihat dari system etika Perjanjian Lama, maka jelaslah bahwa permintaan untuk mengorbankan anak itu bertentangan dengan Firman Allah sendiri, sebab Allah sangat membenci dan menentang kurban manusia. Mengkurbankan manusia adalah budaya orang-orang yang tidak percaya kepada YAHWE, dan disini Allah meminta persembahan manusia. Abraham  tidak mengerti semuanya itu, tetapi yang ia tahu bahwa apabila memang Allah menghendaki agar dia mengorbankan Isak (membunuh), dia percaya bahwa Allah pun sanggup membangkitkan orang yang sudah mati, sebab Allah begitu perkasa dan dapat mengubah kematian menjadi kehidupan (Ibrani 11:9). Dia menerima kehendak Allah tanpa suatu pertanyaan.

Kata terakhir yang perlu dilihat lebih cermat pada bagian ini: te,leionÅ Secara leksikal kata ini memiliki arti: complete, sempurna, mature. Having attained  the end or purpose, complete, perfect: 1. Untuk benda-benda, 2. Untuk orang; a. full-grown, mature, adult. Untuk 1 Kor 2:6, ungkapan menjadi dewasa, atau it may belong under b below; b. the intiate into mystic rites; c. sempurna, perkembangan yang penuh di dalam kepekaan moral; d. Allah adalah absolute sempurna.[50]

Akhirnya kehendak Allah itu sempurna. Tidak ada rencana manusia yang menyimpang dari rencana Allah. Manusia hanya dapat melihat satu bagian demi satu bagian, dan hanya mengerti apa yang telah dilewati, serta tidak akan pernah mengerti apa yang akan terjadi,  tetapi Allah melihat keseluruhan bagian.  Manusia berada pada waktu kesementaraan, dan sangat terbatas pandangannya.  Allah mengerti apa yang terjadi pada waktu lampau, kini dan akan. Tidak ada satu peristiwa di dalam bentangan sejarah pun yang terlepas dari kemahatahuan Allah.  Di sisi lain tidak ada waktu dan ruang yang dapat membatasi kemahadiran Allah. Allah hadir kapan dan dimana saja. Dia dapat mengontrol semua keadaan. Allah adalah Allah yang sempurna. Inilah yang menjadi dasar bagi persembahan hidup orang percaya. Hidup orang percaya diletakkan di atas altar Allah sebagai suatu kurban yang telah mati atas manusia lamanya, dan sekarang  hidup mengarah pada kesempurnaan Kristus dari waktu ke waktu sampai kedatangan-Nya yang kedua, ketika kesempurnaan yang sejati itu tiba. Dengan demikian motivasi orang percaya akan masuk dalam  suatu proses perubahan yang mengarah kepada kesempurnaan Allah.

Pada bagian kedua ini Paulus menggunakan permainan gramatikal yang sangat menarik. Perintah pertama bernada negatif menggunakan bentuk tata bahasa imperatif pasif, sehingga apabila dirangkai akan berbunyi “janganlah kamu diserupakan oleh dunia.” Paulus ingin memberi nasihat kepada setiap orang percaya jangan sampai hidup Kekristenannya hilang oleh karena pengaruh dunia, atau dunia telah menyeret hidup orang percaya untuk tidak serupa dengan gambar Kristus, namun menjadi serupa dengan dunia. Perintah kedua ini bernada positif, “berubahlah oleh pembaharuan budimu.”  Kata “berubah” ini menggunakan bentuk pasif, sehingga dapat diartikan, “diubahkanlah oleh pembaharuan budimu. Maksud dari penggunaan grammar “pasif” ialah ingin menjelaskan bahwa “berubah” itu bukan sebagai usaha manusia tetapi perubahan itu merupakan pekerjaan Allah dan manusia atau orang percaya sebagai obyek perubahan itu, manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengubah budinya. Allah telah mengubah orang-orang percaya itu dan sekarang orang percaya harus bertanggung jawab atas perubahan tersebut. Orang percaya dituntut untuk hidup sesuai perubahan yang telah dikerjakan oleh Allah di dalam dirinya.

  1. PENUTUP

Paulus mengajar bahwa yang menjadi sumber perubahan moral, mental dan motivasional dari  orang-orang beriman adalah Allah, serta  pemikiran Kristen dihasilkan oleh  karya Roh Kudus yang bekerja secara aktif untuk memperbaharui pikiran (Rom.8:4-9).  Pada bagian pertama Paulus menghubungkan persembahan tubuh kepada Tuhan, dan bagian kedua menghubungkan perubahan hidup menurut kehendak Allah. Di sisi yang lain, Paulus juga menekankan bahwa perubahan pikiran merupakan suatu proses dalam jangka waktu yang panjang, dan untuk kemudian akan bermuara pada kedewasaan Kristen. Hal  itu ditandai dengan prilaku yang sesuai dengan kebenaran sebagai orang yang telah dibenarkan oleh iman, karena anugerah Allah. Di lain sisi dapat diperhatikan bahwa  setiap orang Kristen sebagai orang percaya hidup di dalam dua dimensi secara terus menerus dan utuh; hidup di dalam tantangan dan perubahan. Orang percaya ditantang untuk senantiasa mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, dengan  sembari  mengalami pembaharuan budi setiap hari. Orang percaya mempersembahkan tubuhnya kepada Allah   sebagai sesuatu yang baru, bernilai atau bermartabat dalam kehidupannya.  Setelah  semuanya itu terjadi, maka tuntutan berikutnya  adalah bagaimana dengan kehidupan yang diubahkan dan telah menjadi baru itu,  dapat menyentuh orang lain yang belum percaya, agar mereka juga  disentuh dan mengalami pembaharuan di dalam Tuhan.  Ini merupakan bentuk dari  mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah.

GARIS BESAR HOMILETIK

  1. PENDAHULUAN

Bagian kedua ini merupakan aplikasi praktis dari ajaran-ajaran yang dipaparkan di dalam Roma 1-11. Setelah Paulus secara panjang lebar menjelaskan tantang doktrin pembenaran oleh iman, maka pada bagian kedua ini Paulus menegaskan pentingnya penerapan terhadap ajaran yang telah dipelajari. Paulus melihat bahwa penerapan ini merupakan suatu kunci dari terimplementasinya ajaran yang disampaikan ke dalam praktek hidup harian. Kehebatan suatau ajaran tidak akan pernah memberi impak kepada siapa pun selain melalui penerapan. Tema menonjol yang disampaikan di dalam Roma 1-11 adalah pembenaran oleh iman, dan di dalam pasal 12 dan pasal-pasal berikutnya menegaskan bagaimana sikap dan perilaku wajar dari orang percaya sebagai orang yang dibenarkan karena iman oleh kemurahan Allah.

PERSEMBAHAN YANG HIDUP SEBAGI BUAH DARI PEMBENARAN OLEH IMAN

 

  1. Tantangan hidup orang Kristen sebagai orang percaya (Roma 12:1)
    1. Orang percaya dituntut untuk mempersembahkan tubuh sebagai korban yang hidup.
    2. Orang percaya dituntut untuk mempersembahkan tubuh sebagai korban yang kudus.
    3. Orang Kristen dituntut untuk mempersembahkan korban yang berkenan kepada Allah
  2. Perubahan hidup orang Kristen sebagai orang percaya (Roma 12:2)
    1. Perubahan moralitas : “Jangan serupa dengan dunia.”
    2. Perubahan mentalitas: “berubahlah oleh pembaharuan budimu.”
    3. Perubahan motivasionalitas : “itulah yang baik, berkenan dan sempurna.
  3. PENUTUP

Paulus di dalam Roma 12:1-2 ini menegaskan akan adanya dua kenyataan penting yang terjadi di dalam diri orang percaya sebagai orang yang dibenarkan oleh iman; pertama orang percaya, dalam kehidupannya ditantang untuk mengurbankan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah. Kedua dituntut untuk mengalami perubahan hidup secara terus-menerus baik dalam moral, mental maupun motivasional. Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup ini dilakukan dimana pun orang percaya berada.

Daftar Pustaka

Barclay ,  William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari. Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1986.

Bromiley, Geoffrey W.  Theological Dictionary of The New Testament, Abridged in One Volume. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1992.

En , Van den. Tafsiran Alkitab Surat Roma. Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1982

Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW 7.

MacDonald. Greek Enchridion. BW 7.

Moo,  Douglas. The Epistle to The Romans. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1996,

Morris,  Leon. The Epistle to The Romans. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1988.

Lange , John Peter. Commentary on The Holy Scriptures.

Phillips,  John, Exploring Romans. Grand Rapids: Kregel Publication, 2002.

Stott , John R.W. The Message of Romans. England: Inter-Varsity Press, 1994.

[1] John Peter Lange. Commentary on The Holy Scriptures

[2] Van den En. Tafsiran Alkitab surat Roma. (Jakarta: Bpk Gunung Mulia,tt ), 561.

[3] Ibid, 561.

[4] John Peter Lange. Commentary on The Holy Scriptures.

[5] Burton’s Mood and Tenses. BW7.

[6] Ibid

[7] Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW7.

[8] Friberg. Analytical Greek Lexicon. BW7.

[9] Van den End. Tafsiran Alkitab Surat Roma. Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 562.

[10] Douglas Moo. The Epistle to The Romans. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1996, 749.

[11]John Peter Lange. Commentary on TheHoly Scriptures .

[12] Friberg, Analitical Greek Lexiocn,Bw.7.

[13]MacDonald.  Greek Enchiridion, BW,7.

[14]Geoffrey W. Bromiley. Theological Dictionary of The New Testament, Abridged in One Volume. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1992. 680.

[15]John Peter Lange. Commentary on TheHoly Scriptures

[16] John Peter Lange. Commentary on TheHoly Scriptures

[17] Van den End. Roma. 563

[18] Friberg. Analytical Greek Lexicon. BW7.

[19] Van den End, Roma. 563

[20] Ibid, 564

[21]John Peter Lange. Commentary on TheHoly Scriptures.

[22]John Peter Lange. Commentary on The Holy Scriptures.

[23] Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW 7.

[24] Leon Morris. The Epistle to The Romans. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1988.434

[25] John Phillips, Exploring Romans. Grand Rapids: Kregel Publication, 2002.184.

[26] Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW 7.

[27] John Peter Lange. Commentary on The Holy Scriptures.

[28] Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW 7.

[29] Lange, The Holy Scripture.

[30] Van den End. Roma, 565.

[31] Ibid, 566.

[32] Douglas Moo. Epistle to The Romans. 754-755.

[33] MacDonald. Greek Enchridion. BW 7.

[34] Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW 7.

[35] Barclay, Roma. 234

[36] MacDonald. Greek Enchridion. BW 7.

[37] John Peter Lange. Commentary on The Holy Scriptures.

[38] Van den End,Roma, 568.

[39]John Phillips, Exploring Romans. Grand Rapids: Kregel Publication, 2002. 186.

[40] John R.W. Stott. The Message of Romans. England: Inter-Varsity Press, 1994.324.

[41] Friberg, Analitical Greek Lexicon, BW7.

[42] MacDonald, Greek Enchridion

[43]William Barclay. Pemahaman Alkitab Setiap Hari. Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1986. 235-236.

[44] Friberg, Analytical Greek Lexicon, BW 7

[45] Barclay. Pemahaman Alkitab. 236.

[46] Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW7

[47]Friberg, Analytical Greek Lexicon, bw 7.

[48] Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW7.

[49]John Phillips, Exploring Romans. Grand Rapids: Kregel Publication, 2002. 189.

[50] Firberg. Analytical Greek Lexicon. BW 7.

banner 728x250